Catatan Penting: 2.
Perbaikan pelayanan publik menjadi
salah satu pekerjaan rumah Indonesia yang belum terselesaikan. Sejak gerakan
reformasi berhasil menggusurezim Orde Baru, banyak perubahan telah dilakukan
kecuali mereformasi pelayanan publik.
Demokrasi yang telah berhasil
memperkuat posisi warga melalui pengakuan hak-hak politiknya untuk memilih
secara langsung wakil-wakilnya dalam pemerintahan dan lembaga-lembaga
perwakilan ternyata belum berhasil menempatkan warga benar-benar sebagai
panglima dalam system pelayanan publik.
Warga dan kepentingannya belum
berhasil menempati arus utama, bahkan terus tergusur hingga ke pinggiran.
Akibatnya, warga dan kepentingannya
tidak pernah menjadi criteria utama dalam pengembangan system pelayanan publik.
Desntralisasi administrasi dan
fiskal yang telah dilaksanakan lebih dari satu dekade dengan mengalihkan
kewenangan pengambilan keputusan tentang pelayanan publik dan sumber
pembiayaannya pada daerah ternyata juga tidak membuat system pelayanan publik
menjadi lebih berpihak terhadap kepentingan warga.
Fenomena seperti ini terlihat aneh
dan menimbulkan pertanyaan: mengapa demokrasi politik, desentralisasi
administrasi, dan desntralisasi fiskal gagal menjadikan warga sebaga tuan dan
pusat perhatian dalam penyelenggaraan pelayanan publik ?
Mengapa warga yang memiliki hak-hak
politik menentukan nasib para pengambil keputusan untuk lebih peduli gagal
menjadikan haknya untuk memaksa para pengambil keputusan untuk lebih peduli
terhadap kepentingan dan kebutuhan warga ?
Mengapa ketika daerah memiliki
otonomi untuk mengelola pelayanan publik bagi warganya, manajemen pelayanan
publik tidak lebih patisipatif, terbuka, dan mengutamakan kepentingan warga ?
Mengapa pelayanan publik masih
menjadi hutan rimba yang penuh ketidak pastian bagi sebagian warga?
Sumber:,
Dwiyanto, Agus, 2012, Manajemen
Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif, Penerbit Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, hlm. 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar